Selasa, 27 Desember 2011

Jiwamu "Haus"? "Segarkan" dengan Al-Qur'an #1





"Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan Bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhl Mahfudz)."
(QS. Al An'aam (6) : 59)


Konspirasi!
Ini pasti ada yang menyutradarai!
Saya gak terima! Pasti ada dalang dibalik semua ini!

Hasil yang baik, bisa jadi karena proses yang baik pula. Ambillah positifnya. Lekaslah bergerak! Kewajiban kita di dunia sebagai khalifah, utusan Allah, itu LEBIH BANYAK daripada waktu kita di dunia. Tentunya kita haruslah melakukan ekspansi da'wah. Bukankah Allah juga berfirman bahwa kita haruslah memberikan manfaat kepada sekitar kita, kepada Islam ini. Harus memberikan lebih banyak manfaat. Harus memberikan manfaat yang lebih banyak.

Memang ada sutradara dibalik yang terjadi dalam hidup kita. Memang ada dalang dibalik semuanya. Siapa? Allah. Dia-lah yang telah mengatur segala kehidupan kita, bahkan, gugurnya daun pun telah diatur dengan sangat cantik oleh-Nya. Skenario-Nyalah yang terindah, Kawan. Mari mencoba berlapang dada. Untuk perbaikan diri kita. Untuk ekspansi da'wah kita.. :)

Islam sebagai "Kacamata"




Di suatu hari yang cerah, diadakanlah sebuah permainan. Permainan mencari sebuah kubus, di mana dalamnya terdapat selembar tiket. Pemenang dari permainan ini nantinya akan mendapatkan paket perjalanan ke suatu tempat wisata. Sedangkan syarat dari permainan ini adalah peserta hanya boleh mengambil satu bangun ruang. Tak mengherankan, banyak peserta yang terburu-buru agar segera menemukan kubus tersebut. Di akhir permainan, panitia mengevaluasi hikmah dari permainan ini. Tak sedikit peserta yang terkecoh, lalu mengambil balok maupun limas. Mereka yang mengambil balok maupun limas mengaku bahwa mereka hanya melihat dengan satu sisi. Ya, memang ada satu sisi di mana bentuk kubus, balok, maupun limas menjadi terlihat sama.

Cerita di atas hanyalah ilustrasi yang mungkin pernah kita lakukan atau hal yang serupa dengan inti dari cerita tersebut. Apa itu? Ya, mengultimatum suatu hal hanya dengan menilainya dari satu sisi. Penilaian secara cepat itu seringkali tepat, namun tak jarang pula menghadirkan penyesalan karena sikap yang tergesa-gesa.

Ketika manusia dihadapkan pada suatu kondisi yang menuntut mereka harus bergerak cepat, seringkali ketergesa-gesaan menyertai, hingga mereka tidak fokus berpikir. Karena yang ada di dalam benaknya adalah bergerak cepat, hanyut dalam emosi sesaat, dan melupakan bahwa mereka harus bergerak tepat pula. Di sinilah kita perlu menilai dari segala sisi. Melihat manfaat dan mudharat dari sesuatu, untuk kemudian memutuskan bagaimana kita harus bertindak.

Islam. Islam memandang daging babi haram, namun dalam agama lain bisa saja menghalalkannya. Mungkin saja kemudian muncul sebuah pertanyaan di antara mereka, “Mengapa babi diharamkan? Bukankah rasanya enak?”

Islam itu sempurna dan menyeluruh. Semua aspek kehidupan manusia telah diatur dengan sistematis dalam Islam, misalnya saja dalam pengharaman daging babi. Jika ditelusuri lebih lanjut, pada daging babi tidak jarang ditemukan cacing pita (maupun telurnya) yang bila bersarang di tubuh kita, nantinya akan merusak kesehatan kita.

Itulah Islam. Islam menilai dari berbagai aspek. Islam sebagai kacamata, dapat kita “gunakan” untuk berpandangan secara luas. Menyeluruh. Setelah itu, lahirlah keputusan-keputusan bijak yang dapat menjadikan kita dapat bergerak tepat. Lalu apa hubungannya dengan kacamata kuda?

Nah, inilah analogi lawannya. Teman-teman pasti pernah melihat kuda dengan kacamatanya? Janganlah kita sebagai manusia berpandangan seperti kuda dengan kacamatanya. Maksudnya apa? Cobalah perhatikan seekor kuda yang hanya melihat dari satu sisi, di mana sisi lain ditutupi, sehingga kuda hanya dapat melangkah lurus. Kuda yang hanya melihat dari satu sisi, hanya dapat bergerak dengan perintah kusirnya. Padahal bila kuda tidak menggunakan kacamatanya, ia bisa melihat indahnya pemandangan di sisi jalan, melihat temannya sesama kuda yang berada di sampingnya, atau mungkin dapat melihat cantiknya kuda lain.

Bila kita kembali pada ilustrasi permainan kubus, melihat dengan satu sisi membuat kita hanya dapat melihat persamaan, lalu berkeputusan. Padahal ada perbedaan yang harus diperhatikan pula. Perbedaan itulah yang menjadikan kubus, balok, maupun limas menjadi berbeda. Penilaian dari segala aspeklah yang menjadikan kita bijaksana dalam berkeputusan dan bertindak secara tepat.

Pandanglah Islam sebagai kacamata, yang melihat suatu hal dari segala sudut, yang menjadikan kita berpandangan luas. Islam sebagai kacamata, yang melihat perbedaan sebagai sesuatu yang dihargai, menjadi sesuatu yang dipertimbangkan, untuk kemudian menjadi sebuah kebijakan.

Minggu, 25 Desember 2011

Sabtu, 24 Desember 2011

Bila Hati Laksana Sebuah Puzzle




Bila hati laksana sebuah puzzle
Maka cintalah kepingannya
Kepingan yang harus kau rangkai sempurna
Hingga terlihat keindahan hati,
dengan rangkaian cinta..
Cinta abadimu pada Sang Pencipta hati
Cinta pada agama dan bangsamu
Cinta pada ayah-bundamu
Cinta pada sesamamu
Dan keping terakhir..
Keping yang kan mengindahkan hatimukah?
Ataukah keping yang kan meluluhlantahkan semua cinta yang selama ini telah kau susun..
Hingga memaksamu tuk merangkainya kembali?
Itulah cintamu padanya
Dia yang suatu hari nanti ikut mewarnai hari-harimu
Membangkitkan semangat dalam langkahmu
Hingga kau yakin..
Dialah yang kan bersanding denganmu tuk lalui kehidupan ini
Menemani hingga kau menutup usia..
Maka ikhwah..
Berhati-hatilah kau merangkai hati
Tak hanya menyertakan logikamu
Namun pahamilah Islam jua,
yang kan menuntunmu merangkai keping demi keping itu
Hingga hatimu menjadi indah karena cinta..
Selamat merangkai hati..

Kamis, 17 November 2011

Super-Mom




Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang iibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri." 
(Q.S. 46 : 15)



Ibu.. Mama.. Ummi.. Emak.. Mami.. Bunda..

Begitu banyak sebutannya, meski tidak akan sebanding dengan banyak kebaikannya kepada kita. Ibu, bagai malaikat yang selalu ada di sisi kita. Mungkin ibu bukanlah wanita karir dengan segudang prestasi. Tapi bagiku, ibu adalah sosok yang melebihi itu. Saat orang lain mungkin tak mengerti apa yang ku inginkan, apa yang ku rasakan, ya, ibu yang mengertiku.

Ibu adalah super-sahabat, bagai mempunyai telinga super-tajam yang mampu mendengar jerit hatiku. Ibulah sandaran saat jatuh. Ibulah pegangan saat ku berusaha bangkit dari keterpurukanku. Ibu adalah sosok yang membanggakanku, membuatku merasa bahwa diriku masih berarti. Setidaknya, berarti untukku dan beliau.

Ibu adalah pahlawanku. Melahirkanku adalah perjuangan yang jika ku bayangkan adalah perjuangan yang begitu berat. Bagaimana tidak? Menjelang 1 Juni 1992, saat itu sedang ada kerusuhan. Ibu yang masih mengandungku harus pergi ke rumah sakit karena mungkin kelahiranku sudah dekat. Akhirnya, dengan diantarkan ayah menaiki motor, ibu tiba di rumah sakit. Alhamdulillah aku pun lahir dengan selamat pada hampir tengah malam.

Ibu ada menenangkanku. Ibu bercerita ketika ku kecil dulu. Aku yang baru 2 tahun memiliki seorang adik. Ketika adikku menangis, aku ikut menangis. Lalu ibu menenangkanku seraya berkata, "Adik gak apa-apa kok. Mbak gak usah ikut nangis juga." Barulah aku terdiam dari tangisku. (hehe.. namanya juga anak kecil. :p)

Ibu punya cara untuk menasehatiku. Mengajarkan kebaikan dan mencegah kemungkaran terhadap anak-anaknya. Teringat saat ku kecil dulu, aku yang begitu suka makan buah, sedang menyantap semangka. Lalu ibu berkata, " Mbak, bijinya jangan sampai tertelan, nanti bisa tumbuh lho." Dan tanpa sengaja, aku menelan biji semangka. Setelah itu aku terus meraba kepalaku, apa daun semangka sudah mulai muncul di kepalaku? (hahaaa. aku konyol. :p)

Ibu, mungkin kini kau sering merasa sepi di sana. Tanpa kedua anakmu karena merantau, atau karena ayah yang sering disibukkan oleh pekerjaannya. Hmm.. tapi biarlah itu yang memotivasiku untuk segera lulus dan sejenak kembali ke kota kelahiranku.

Ibu, kau memang bukanlah sosok sempurna. Tapi kau tak pernah henti berusaha menjadi sosok sempurna. Sempurna sebagai ibu bagi anak-anakmu. Ibu, mungkin bukanlah wanita super-kuat, tapi percayalah bahwa aku tak keberatan untuk menguatkanmu.

Ibu, tak banyak kata terucap untuk melukiskan cintamu. Karena kau, lebih dari sekedar kata. Ibu, kasihmu tak hingga sepanjang masa..

di Balik Anak Hebat, Ada Ibu Super!
di Balik Super-Dad, Ada Super-Mom..

Minggu, 23 Oktober 2011

Ayo Tinggalkan Jejakmu!



“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauhl Mahfuzh).”
(Q.S. Yaasin : 12)


Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang. Manusia mati meninggalkan???

Apa yang ditinggalkan manusia selain kebaikannya? Apa yang manusia tinggalkan selain apa yang ia ajarkan kepada manusia lain? Yap! Sebagai manusia, kita memang harus meninggalkan jejak kita! Jejak kehidupan kita! Sebagai bukti kalau kita pernah hidup di kehidupan ini, tidak mati dalam kehidupan. Maksudnya?

Ada manusia yang telah mati ketika ia hidup, ada pula yang ia terus hidup padahal sudah mati. Manusia yang mati ketika ia hidup, ia tidak memberikan faedah apapun bagi sekelilingnya. Maka keberadaannya dapat dikatakan seperti mayat hidup. Namun manusia yang hidup ketika mati, ia senantiasa bermanfaat bagi sekitarnya hingga saat matipun apa yang ia lakukan semasa hidup tetap berguna bagi sekitarnya. Maka meski ia sudah mati, ia tetaplah "hidup". So, kamu pilih yang mana???

Hiduplah dalam kematian, bukan mati dalam kehidupan!*

Rancang dan Wujudkanlah Impianmu!


Dari Abu Hurairah ra., ia berkata : Rasulullah saw. bersabda : Allah swt. berfirman : “Aku menurut sangkaan hambaKu kepadaKu, dan Aku bersamanya ketika ia mengingatKu. Jika ia mengingatKu dalam dirinya maka Aku mengingatnya dalam diriKu. Jika ia mengingatKu dalam kelompok orang-orang yang lebih baik dari padanya. Jika ia mendekat kepadaKu sejengkal maka Aku mendekat kepadanya sehasta. Jika ia mendekat kepadaKu sehasta, maka Aku mendekat kepadanya sedepa. Jika ia datang kepadaKu dengan berjalan maka Aku datang kepadanya dengan berlari-lari kecil”.
(H.R. At Turmidzi).



"Aku pengen menang olimpiade!" "Alahh.. Emangnya kamu bisa?" "Hmm.. Bisa gak ya? Padahal itu impianku."

Pernahkah teman-teman merasa minder atau khawatir kalau impian tidak terwujud? Hmm.. Semua orang pasti pernah merasakannya. Tapi tahukah kalian?
Rasa minder atau kekhawatiran itulah yang sebenarnya menjadi penghalang terbesar kita dalam bermimpi. Kenapa? Karena perasaan itulah yang akan mengecilkan semangat kita! Semangat untuk terus berjuang! Semangat untuk terus berharap! Semangat untuk terus bermimpi dan mencoba mewujudkannya!
Dan jika kita tenggelam dalam perasaan itu kemudian tidak berusaha naik ke permukaan dan berpaling jauh darinya, maka sesungguhnya kita telah kalah sebelum berperang. Kalah karena niat kita yang belum besar! Padahal, Allah mengikuti prasangka hamba-Nya. Maka, berprasangka baiklah untuk setiap impian kita. Yakin kalau Allah mengabulkannya. Yakin kalau Allah selalu memberikan yang terbaik untuk kita.

Maka, AYO mulailah bermimpi! Tuliskan dan wujudkan impian-impianmu. Biarkan sejarah menorehkan satu persatu impianmu dalam buku peradaban manusia dengan tinta emasnya.

Jumat, 14 Oktober 2011

Kisah Ya'juj dan Ma'juj

Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut): "Insya Allah". Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini."
Q.S. (18) : 23-24

Saat menjelang wafat, Nabi Nuh a.s memanggil anak-anaknya untuk menghadap beliau. Maka Sam a.s segera datang menemuinya, namun kedua saudaranya tidak muncul yaitu Ham dan Yafits. Akibat dari ketidakpatuhan Ham dan Yafits, Allah kemudian menurunkan ganjaran kepada mereka. Yafits yang tidak datang karena lebih memilih berdua dengan istrinya (berhubungan suami istri) kemudian melahirkan anak bernama Sannaf. Kelak kemudian Sannaf menurunkan anak yang ganjil. Ketika dilahirkan, keluar sekaligus anak-anak dalam wujud kurang sempurna. Selain itu ukuran besar dan bobot masing-masing juga berbeda, ada yang fisiknya besar sedangkan lainnya kecil. Untuk selanjutnya yang besar kemudian terus tumbuh hingga melebihi ukuran normal (raksasa), sebaliknya yang bertubuh kecil terus kecil seperti liliput. Mereka kemudian dikenal sebagai Ya’juj dan Ma’juj.

Selain wujudnya yang ganjil, Ya’juj dan Ma’juj mempunyai nafsu makan yang melebihi normal. Padahal bilamana mereka makan tumbuhan tertentu maka tumbuhan itu akan berhenti tumbuh sampai kemudian mati. Demikian pula bila minum air dari suatu tempat maka airnya tidak akan bertambah lagi. Sehingga banyak sumber-sumber air dan sungai menjadi kering karenanya. Masyarakat di sekitar mereka pun harus menanggung dampaknya yaitu krisis pangan dan air.

Karena interaksi sosial yang tidak kondusif akibat masalah yang dibawa oleh Ya’juj dan Ma’juj ini maka mereka kemudian cenderung mengisolasi diri di suatu celah gunung di tengah-tengah komunitas induk bangsa-bangsa keturunan Yafits lainnya, yang antara lain meliputi bangsa: Armenia, Rusia/Slavia, Romawi dan Turk di wilayah-wilayah luas seputar Laut Hitam. Namun bilamana mereka membutuhkan makan dan minum, akan keluar secara serentak bersama-sama ke daerah-daerah sekitarnya yang masih belum tersentuh oleh mereka sebelumnya. Karena kondisi fisiknya, mereka mampu menempuh perjalanan jauh dalam waktu relatif lebih pendek dibandingkan oleh manusia normal. Bagi golongan raksasa karena mereka mampu melangkah dengan jangkauan lebar sedangkan golongan liliput adalah karena sedemikian ringan bobotnya terhadap gravitasi bumi sehingga bila berjalan sangat cepat seperti meluncur bersama angin.

Pada puncak keresahan masyarakat pada masa itu, Allah SWT kemudian mengutus salah satu hambaNya yang berkulit kehitaman (tetapi bukan termasuk ras negro) dengan dua benjolan kecil (tidak bertulang tanduk) di kedua sisi keningnya yang sebenarnya lebih sering tak tampak karena tertutupi oleh surbannya yaitu Nabi Dzul Qarnain a.s untuk menghadang laju Ya’juj dan Ma’juj yang telah menimbulkan kerusakan alam yang akan terus bertambah luas.

"Berilah Aku potongan-potongan besi," hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua puncak gunung itu, berkatalah dzulqarnain,"Tiuplah (api itu)," Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata,"Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar kutuangkan ke atas besi panas itu." -Al Kahfi: 96-

Sesuai petunjuk Allah, Nabi Dzul Qarnain a.s kemudian mengajak masyarakat di sekitar lokasi tempat tinggal Ya’juj dan Ma’juj untuk bersama-sama membuat dinding tembaga dan besi yang akan menutup satu-satunya lubang keluar masuk mereka. Setelah selesai, masyarakat yang sebelumnya tinggal di dekat dinding diajak untuk meninggalkan lokasi yang sudah kering tanpa air dan tumbuhan tersebut menuju ke tempat lain yang lebih layak untuk di huni.

"Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya." -Al Kahfi: 97-

Ya’juj dan Ma’juj yang telah terkurung terus berupaya membuka dinding logam tersebut dengan segala cara, bahkan dengan menjilatinya karena mereka tahu bahwa benda apapun yang mereka sentuh dengan mulutnya akan berhenti tumbuh/bertambah, kering atau tergerus. Cara ini mampu membuat bagian-bagian dinding yang mereka sentuh menjadi tipis. Namun setiap kali akan berlubang, Allah mengembalikan lagi kondisinya seperti semula. Untuk bertahan hidup selama terkurung di balik dinding, Allah menumbuhkan sejenis lumut, sebagai satu-satunya tumbuhan yang dapat terus tumbuh dan justru makin bertambah banyak setiap kali dimakan oleh masyarakat Ya’juj dan Ma’juj.

"Dzulqarnain berkata,"Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku. Dia akan menjadikannya hancur luluh, dan janji Tuhanku itu adalah benar." -Al Kahfi: 98-

Allah SWT juga mewahyukan kepada Nabi Dzul Qarnain a.s bahwa dinding itu akan terjaga dan baru akan terbuka bila saatnya tiba yaitu kelak menjelang datangnya Hari Kiamat. Kemudian Allah menjadikan gaib (tidak terlihat) lokasi dinding tersebut.

"Hingga apabila dibukakan (tembok) Ya'juj dan Ma'juj, dan mereka turun dengan cepat dari seluruh tempat yang tinggi." -Al Anbiyaa: 96-

Mereka berusaha untuk keluar dengan berbagai cara, hingga sampai saat matahari akan terbenam mereka telah dapat membuat sebuah lobang kecil untuk keluar. Lalu pemimpinnya berkata,'Besok kita lanjutkan kembali pekerjaan kita dan besok kita pasti bisa keluar dari sini." Namun keesokkan harinya lubang kecil itu sudah tertutup kembali seperti sedia kala atas kehendak Allah. Mereka pun bingung tetapi mereka bekerja kembali untuk membuat lubang untuk keluar. Demikian kejadian tersebuat terjadi berulang-ulang. Hingga kelak menjelang Kiamat, di akhir sore setelah membuat lubang kecil pemimpin mereka berkata,“InsyaAllah, Besok kita lanjutkan kembali pekerjaan kita dan besok kita pasti bisa keluar dari sini.” Maka keesokan paginya lubang kecil itu masih tetap ada, kemudian terbukalah dinding tersebut sekaligus kegaibannya dari penglihatan masyarakat luar sebelumnya. Dan Kaum Ya’juj dan Ma’juj yang selama ribuan tahun terkurung telah berkembang pesat jumlahnya akan turun bagaikan air bah memuaskan nafsu makan dan minumnya di segala tempat yang dapat mereka jangkau di bumi.

Pada saat Ya'juj dan Ma'juj menyerang pada saat mendekati kiamat nanti dan saat itu masyarakat muslim termasuk Nabi Isa a.s yang telah terpojok di sebuah gunung (tur). Nabi Isa dan Umat muslim lalu bersama-sama berdoa kepada Allah agar terhindar dari masalah akibat perbuatan Ya’juj dan Ma’juj. Kemudian Allah SWT memerintahkan ulat-ulat yang tiba-tiba menembus keluar dari tengkuk Ya’juj dan Ma’juj yang langsung mengakibatkan kematian mereka secara serentak.

WaAllahu'alam bissawab

Rabu, 17 Agustus 2011

Waktu Laksana Pedang

Ingat syair Arab "Al-Waqt ka al-saif. Fa in lam taqtha’haa qath’aka"? Kira-kira artinya gini : Waktu laksana pedang, jika kamu tidak memanfaatkannya maka ia akan menebasmu.

Ngomong-ngomong soal waktu yang diibaratkan seperti pedang, ada sebuah kisah yang kiranya dapat menginspirasi teman-teman juga. Kisah Khalid bin Walid. Siapa yang belum kenal Khalid bin Walid? Itu lho, slaah satu sahabat Rasulullah yang jago main pedang hingga mendapat julukan Saifullah (pedang Allah)..


Suatu saat Khalid memimpin pasukan Islam bertempur sengit di Yarmuk (wilayah perbatasan dengan Syria) melawan pasukan Romawi di bawah panglima Gregorius Theodore. Berkat kepandaiannya bermain pedang, banyak pasukan musuh terbunuh. Lalu terjadilah sebuah peristiwa yang mengesankan.

Gregorius ingin menghindari jatuhnya banyak korban di pihaknya dengan menantang Khalid untuk berduel. Dalam pertempuran dua orang itu, tombak Gregorius patah terkena sabetan pedang Khalid. Gregorius lalu mengambil sebilah pedang besar. Ketika berancang-ancang perang lagi, Gregorius bertanya pada Khalid tentang motivasinya berperang dan kaitannya dengan Islam. Terkesan oleh jawaban Khalid, di hadapan ratusan ribu pasukan Romawi dan Muslim, Gregorius akhirnya menyatakan diri masuk Islam. Ia lalu belajar Islam sekilas, sempat menunaikan salat dua rakaat, bertempur di samping Khalid dan akhirnya mati syahid di tangan mantan pasukannya sendiri.

Apa rahasia kesuksesan Khalid? Ternyata kepandaiannya mengibaskan pedang dilandasi dengan iman kepada Allah SWT. Akibatnya lawan yang berhasil ditebasnya hanya musuh-musuh Islam. Sama halnya dengan waktu, berbagai aktivitas untuk mengisinya perlu juga didasari dengan iman yang kuat sehingga menjadi amal shaleh. Sebuah pelajaran yang menarik, bahwa berbuat baik saja ternyata tidak cukup tanpa dilandasi dengan iman dan sesuai dengan syariat-Nya.

Allah SWT pun sering mengingatkan manusia dalam berbagai firman-Nya mengenai pentingnya kedua kunci manajemen waktu tersebut. Bahkan dalam QS. Al-Ashr, Dia menambahkan dua kriteria lagi untuk menghindari kerugian yaitu saling nasehat-menasehati dalam kebaikan dan ajak-mengajak dalam kesabaran.

Manusia yang bisa memanfaatkan karunia waktu secara fitrah akan mencapai kesuksesan seperti Khalid bin Walid. Namun jika manusia lengah barang sedetik pun, pedang lawan bisa menghunusnya dan berakhir dengan penyesalan.

Keren gak tuh?

Disadari atau tidak, seringkali kita terlenakan oleh waktu. Nge-gossip-in ikhwan yang "wah" sampai lupa tilawah, shopping nguing-nguing gak lihat-lihat rekening padahal di luar sana masih banyak orang hidupnya serba kekurangan, atau sibuk organisasi sampai gak sempat ngerjain tugas kuliah?

Hmm.. Agaknya kita memang lebih baik menganalogikan waktu ibarat pedang deh. Kenapa? Bayangkan saja kawan, kalau kamu punya pedang tapi kamu gak bisa memanfaatkan pedang itu. Kamu gak tahu gimana caranya memainkan pedang. Terus, untuk apa pedangnya? Bisa-bisa malah menguntungkan lawan sementara kamu malah terhunus pedangmu sendiri.

Dianalogikan dengan waktu. Kita punya waktu, tapi kita gak bisa mengaturnya. Lalu, nanti di akhirat mau jawab apa ketika ditanya "Di dunia, waktumu kamu pakai untuk apa?" Mau jawab,"Untuk main"? Atau "Untuk shopping"? Malu kalau jawabnya begitu, Kawan. Kok? (Lha dilihat segitu banyaknya orang.. hehee  ^^v) Atau mungkin kita memang bermanfaat bagi orang lain, namun tanpa disadari hidup jadi seperti lilin karena tidak bisa mengatur waktu. Bisa menyinari tapi dirinya habis terbakar.

Hmm.. agaknya perlu kontinuitas untuk mereview perjalanan kita. Melihat kembali bagaimana pengaturan waktu kita. Agar waktu yang telah dianugerahkan-Nya pada kita ini bisa menjadikan kita semakin mencintai-Nya.

Selamat mendekatkan diri kepada-Nya.. ^^

Selasa, 02 Agustus 2011

Ayo rapatkan shaf! Gak hanya rapatkan sajadah..

Melihat kebiasaan yang berbeda, dapat membuat kita menelaah kembali kebiasaan yang selama ini kita lakukan. Kali ini saya ingin mengajak teman-teman untuk menengok shaf kita.

Pemikiran ini bermula ketika saya berada di "kota Y". Ya, kita sebut saja begitu. Di sana, dengan atau tidak menggunakan sajadah, barisan (shaf) jama'ah tetaplah rapat dan lurus. Namun di "kota X" -kota yang secara geografis maupun astronomis tentulah berbeda dengan kota yang saya sebutkan sebelumnya- Hmm.. Entah karena ukuran sajadah yang lebih besar atau memang kebutuhan mereka yang lebih membutuhkan adanya jarak lebih antara jama'ah, seringkali saya melihat setiap orang yang sholat berdiri pada tengah sajadahnya dan tidak bergeser merapatkan barisan.



Yap, itulah penggambaran kebiasaan di dua tempat yang berbeda. Lalu, sebenarnya manakah yang lebih tepat? Setelah mencari di internet, saya menemukan beberapa referensi yang saya kutip di bawah ini :


Dalam hadits ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha, dia bercerita : Rasulullah Shollallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda :


“Sesungguhnya Allah dan Para Malaikat-Nya bershalawat atas orang-orang yang menyambung barisan. Barang siapa menutupi kerenggangan (yang ada dalam barisan), niscaya dengannya Allah akan meninggikannya satu derajat.” (HR. Ibnu Majah,Ahmad, Ibnu Khuzaimah,Al-Hakim, dinilai Shahih oleh Adz-Dzahabi dan al-Albani).

Kemudian,

Dari Nu’man bin Basyir, ia berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah Shollallahu’alayhi wa Sallam bersabda : “Hendaklah kamu benar-benar meluruskan shafmu, atau (kalau tidak;maka) Allah akan jadikan perselisihan di antaramu.” (Muttafaq ‘alayhi, Bukhari No. 717 dan Muslim No.436)



Hadits ini juga telah diriwayatkan oleh Abu Dawud No. 552 dan Ahmad (IV:276) dan dishahihkan oleh al Albani dalam ash Shahihah no.32 secara lengkap, setelah membawakan hadits di atas, maka Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhu berkata :

“Maka saya (Nu’man bin Basyir) melihat seorang laki-laki (dari para Shahabat) menempelkan bahunya ke bahu yang ada disampingnya, dan lututnya dengan lutut yang ada disampingnya serta mata kakinya dengan mata kaki yang ada disampingnya).”

Pernyataan Nu’man bin Basyir ini juga telah disebutkan oleh Imam Bukhari didalam kitab Shahihnya (II:447-Fat-hul Bari).

Diriwayatkan pula Dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah Shollallahu ’alayhi wa Sallam telah bersabda:

“Luruskanlah shaf-shafmu! Sejajarkan antara bahumu (dengan bahu saudaranya yang berada disamping kanan dan kiri), isilah bagian yang masih renggang, berlaku lembutlah terhadap tangan saudaramu (yang hendak mengisi kekosongan atau kelonggaran shaf), dan janganlah kamu biarkan kekosongan yang ada di shaf untuk diisi oleh setan. Dan barangsiapa yang menyambung shaf, pastilah Allah akan menyambungnya, sebaliknya barangsiapa yang memutuskan shaf; pastilah Allah akan memutuskannya.

(Shahih. Abu Dawud no:666, dan telah dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, al Hakim, Nawawi dan al Albani. Lihat : Fat-hul Bari (II:447) dan Shahihut Targhib Wat Tarbib no:492).

Sehingga bengkoknya shaf akan mengakibatkan permusuhan dan pertentangan hati, kekurangan iman dan hilangnya kekhusyu’an.

Sebagaimana lurusnya sebuah shaf termasuk (sebagian dari) kesempurnaan sholat, yang demikian itu diungkapkan di dalam sabda Rasulullah shollallaahu ‘alayhi wa Sallam,

“Karena lurusnya shaf itu sebagian dari kesempurnaan shalat.” (HR. Muslim).

Di dalam riwayat lain :

“Karena lurusnya shaf itu sebagian dari baiknya sholat”(HR. Al-Bukhari & Muslim).

Diriwayatkan pula dari Umar bahwasanya ia menugasi beberapa orang laki-laki untuk merapikan shaf makmum, dan ia (Umar) tidak bertakbir untuk memulai sholatnya melainkan setelah dilaporkan oleh para petugasnya itu bahwa shaf telah rapi semua, begitulah juga diriwayatkan dari Ali dan ‘Utsman, bahwa keduanya dahulu biasa melakukan hal itu setiap sebelum memulai sholat, dan mereka berdua biasa berkata (sebelum memulai shalat); “Istawu (luruskan shafmu)” bahkan Ali berkata: “Wahai Fulan! Majulah,” (Dan berkata kepada yang lainnya:) ” Wahai fulan, mundurlah. (Lihat pula riwayat-riwayatnya di dalam kitab al Muwaththa’, Imam Malik : no. 234, 375, 376).

Hukum meluruskan dan merapatkan shaf

Perintah merapatkan barisan adalah anjuran yang sangat kuat, dan itu bagian dari kesempurnaan shalat. Bahkan Imam Bukhari, Imam Ibnu Hajar, dan Imam Ibnu Taimiyah, mengatakan itu wajib. Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya telah membuat Bab Itsmi Man Lam Yutimma Ash Shufuf (Berdosa bagi orang yang tidak menyempurnakan shaf). Apa yang ditegaskan Imam Bukhari ini menunjukkan bahwa menurutnya merapatkan shaf adalah wajib, sebab hanya perbuatan wajib yang jika ditinggalkan akan melahirkan dosa.



Hal ini disebabkan hadits-hadits tentang meluruskan dan merapatkan shaf menggunakan bentuk kalimat perintah (fi’il amr): sawwuu .. (luruskanlah ..!). Dalam kaidah fiqih disebutkan:

الأصل في الأمر الوجوب إلا إذا دلت قرينة على غيره

“Hukum asal dari perintah adalah wajib, kecuali jika adanya petunjuk yang merelasikannya kepada selain wajib.” (Imam Al ‘Aini, ‘Umdah Al Qari, 8/463. Maktabah Misykah)

Dari sekian banyak perintah merapatkan shaf, saya akan sampaikan dua saja sebagai berikut:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَوُّوا صُفُوفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلَاةِ



Dari Anas bin Malik, dari Rasulullah dia bersabda “:Lurus rapatkan shaf kalian, karena lurus rapatnya shaf adalah bagian dari kesempurnaan tegaknya shalat." (HR. Bukhari No. 690. Muslim No. 433)

Dari Nu’man bin Basyir, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

لَتُسَوُّنَّ صُفُوفكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللَّه بَيْن وُجُوهكُم

“Benar-benarlah kalian dalam meluruskan shaf, atau (jika tidak) niscaya Allah akan membuat perselisihan di antara wajah-wajah kalian.” (HR. Muslim No. 436)

Hadits riwayat Imam Muslim ini menunjukkan ancaman keras bagi yang meninggalkannya, yakni Allah siksa mereka dengan adanya perselisihan di antara wajah-wajah mereka. Maksudnya –kata Imam An Nawawi- adalah permusuhan, kebencian, dan perselisihan hati. (Al Minhaj Syrah Shahih Muslim, 2/178. Mawqi’ Ruh Al Islam) Malah, Imam Ibnu Hazm menyatakan ‘batal’ orang yang tidak merapatkan shaf. Namun, Imam Ibnu Hajar menanggapinya dengan mengatakan:

وأفرط ابن حزم فجزم بالبطلان

“Ibnu Hazm telah melampui batas ketika menegaskan batalnya (shalat).” (Fathul Bari, 2/210. Darul Fikr)

Sedangkan, ulama lain mengatakan, merapatkan shaf adalah sunah saja. Inilah pendapat Abu Hanifah, Syafi’I, dan Malik. (‘Umdatul Qari, 8/455). Bahkan Imam An Nawawi mengklaim para ulama telah ijma’ atas kesunahannya. Berikut perkataannya:

وَقَدْ أَجْمَعَ الْعُلَمَاء عَلَى اِسْتِحْبَاب تَعْدِيل الصُّفُوف وَالتَّرَاصّ فِيهَا

“Ulama telah ijma’ (aklamasi) atas sunahnya meluruskan shaf dan merapatkan shaf.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/384. Mauqi’ Ruh A Islam)

Apa yang dikatakan Imam An Nawawi ini, didukung oleh Imam Ibnu Baththal dengan perkataannya:

تسوية الصفوف من سنة الصلاة عند العلماء

“Meluruskan Shaf merupakan sunahnya shalat menurut para ulama.” (Imam Ibnu Baththal, Syarh Shahih Bukhari, 2/344. Dar Ar Rusyd)

Alasannya, menurut mereka merapatkan shaf adalah untuk penyempurna dan pembagus shalat sebagaimana diterangkan dalam riwayat yang shahih. Hal ini dikutip oleh Imam Al ‘Aini, dari Ibnu Baththal, sebagai berikut:

لأن حسن الشيء زيادة على تمامه وأورد عليه رواية من تمام الصلاة

“Karena, sesungguhnya membaguskan sesuatu hanyalah tambahan atas kesempurnaannya, dan hal itu telah ditegaskan dalam riwayat tentang kesempurnaan shalat.” (‘Umdatul Qari, 8/462)

Riwayat yang dimaksud adalah:

أقيموا الصف في الصلاة. فإن إقامة الصف من حسن الصلاة

“Aqimush Shaf (tegakkan shaf) karena tegaknya shaf merupakan diantara pembagusnya shalat.” (HR. Bukhari No. 689. Muslim No. 435)

Imam An Nawawi mengatakan, maksud aqimush shaf adalah meluruskan menyeimbangkan, dan merapatkan shaf. (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 2/177. Maktabah Misykah)

Berkata Al Qadhi ‘Iyadh tentang hadits ini:

دليل على أن تعديل الصفوف غير واجب ، وأنه سنة مستحبة .

“Hadits ini adalah dalil bahwa meluruskan shaf tidak wajib, dia adalah sunah yang disukai.” (Al Qadhi ‘Iyadh, Ikmal Al Mu’allim Syarh Shahih Muslim, 2/193. Maktabah Misykah)

Demikianlah perselisihan para imam kaum muslimin tentang hukum merapatkan shaf dalam shalat.



Manakah Yang Benar?

Jika kita mengumpulkan semua dalil-dalil yang ada, berserta menelaah alasan anjuran merapatkan shaf, dan ancaman bagi yang meninggalkannya, maka pendapat yang benar adalah yang mengatakan wajib.

Ada pun alasan Imam Ibnu Baththal, bahwa merapatkan shaf itu hanyalah tambahan untuk memperbagus dan menyempurnakan shalat, sehingga hukumnya sunah, adalah pendapat yang perlu dikoreksi. Justru alasan yang dikemukakannya itu menjadi alasan buat kelompok ulama yang mewajibkan. Sebab, sesuatu yang berfungsi menjadi penyempurna sebuah kewajiban, maka sesuatu itu juga menjadi wajib hukumnya.

Hal ini ditegaskan oleh kaidah yang sangat terkenal:

ما لا يتم الواجب إلا به فهو واجب

“Kewajiban apa saja yang tidak bisa sempurna kecuali dengan ‘sesuatu’, maka sesuatu itu menjadi wajib adanya.” (Imam As Subki, Al Asyhbah wan Nazhair, 2/90. Maktabah Misykah)

Jelas sekali bahwa kesempurnaan kewajiban shalat baru akan terwujud dengan rapat dan lurusnya shaf, maka –menurut kaidah ini- rapat dan lurusnya shaf adalah wajib ada demi kesempurnaan kewajiban tersebut. Hanya saja, kewajiban merapatkan shaf ini bukanlah termasuk kewajiban yang jika ditinggalkan dapat merusak shalat. Longgarnya shaf tidaklah membatalkan shalat, sebab itu bukan termasuk rukun shalat.

Maka dari itu, Imam Al Karmani mengatakan:

الصواب أن يقول فلتكن التسوية واجبة بمقتضى الأمر ولكنها ليست من واجبات الصلاة بحيث أنه إذا تركها فسدت صلاته

“Yang benar adalah yang mengatakan bahwa meluruskan shaf adalah wajib sebagai konsekuensi dari perintah yang ada, tetapi itu bukan termasuk kewajiban-kewajiban shalat yang jika ditinggalkan akan merusak shalat.” (‘Umdatul Qari, 8/455)

Yang pasti, merapatkan dan meluruskan shaf adalah budaya shalat pada zaman terbaik Islam. Sampai- sampai Umar memukul kaki Abu Utsman Al Hindi untuk merapatkan shaf. Begitu pula Bilal bin Rabbah telah memukul bahu para sahabat yang tidak rapat. Ini diceritakan oleh Al Hafizh Ibnu Hajar (Fathul Bari, 2/210), dan Imam Al ‘Aini (‘Umdatul Qari, 8/463. Maktabah Misykah)

Tata Cara Merapatkan shaf

Tentang rapatnya kaki dan bahu, dalilnya amat jelas yakni:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَوُّوا صُفُوفَكُمْ وَحَاذُوا بَيْنَ مَنَاكِبِكُمْ وَلِينُوا فِي أَيْدِي إِخْوَانِكُمْ وَسُدُّوا الْخَلَلَ…

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Luruskan barisan kalian, rapatkanlah paha-paha kalian, bersikap lembutlah terhadap saudara kalian, dan tutuplah celah yang kosong ..” (HR. Ahmad, No. 21233. Ath Thabarani, Al Mu’jam Al Kabir, No. 7629. Syaikh Al Albany menshahihkannya dalam Shahihul Jami’ No.1840)



Dan hadits berikut:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي

وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ



Dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia bersabda: “Luruskan shaf kalian, sesungguhnya aku melihat kalian dari belakang punggungku.“ Maka salah seorang di antara kami menempelkan bahunya dengan bahu kawannya, dan kakinya dengan kaki kawannya. (HR. Bukhari No.692)

Riwayat lain:

فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يَلْزَقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَرُكْبَتَهُ بِرُكْبَةِ صَاحِبِهِ وَكَعْبَهُ بِكَعْبِهِ

“Maka, aku melihat ada seseorang yang merapatkan bahunya dengan bahu kawannya, lututnya dengan lutut kawannya, dan mata kakinya dengan mata kaki kawannya.” (HR. Abu Daud No. 662. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam As Silsilah Ash Shahihah, 1/39, No. 32. Darul Ma’arif)

Jadi, yang mesti dirapatkan adalah bahu, paha, lutut, mata kaki, dan sisi kaki bagian bawah. Betapa rapatnya berjamaah jika ini dipraktekkan. Demikianlah tata cara merapatkan shaf.

So, manakah yang benar?

Wallahu’alam bissawab

Sumber :

1.Ensiklopedi Shalat menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Dr. Sa’id bin ’Ali bin Wahf al-Qahthani, Pustaka Imam Asy-Syafi’i , Hal 580-581

2.Ensiklopedi Mini Keutamaan Sholat Berjama’ah , Prof. Dr. Fadhl Ilahi , Salwa Press, Hal. 42

3.Pengaruh Shalat terhadap Iman dan Jiwa Menurut Al-Qur’an dan As-Sunnah, Husain bin ‘Audah al-’Awayisyah, Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Hal. 18

4.Apa Kata Imam Syafi’i tentang Meluruskan dan Merapatkan Shaf Shalat, Ibnu Saini bin Muhammad bin Musa, Pustaka Abdullah

5. Internet (lupa dari mana)

Jumat, 15 April 2011

Kenapa harus membantu Palestina???



Assalaamu'alaykum..
 
Pada artikel pertama ini, saya ingin mencoba mengulas singkat "Kenapa harus membantu Palestina?".Mungkin rekan-rekan sekalian ada yang masih berpikir, "Untuk apa sih kita bantuin Palestina? Toh Indonesia sendiri juga masih berantakan. Mending ngurus negara sendiri dulu aja." Hmm, mengenai pemikiran seperti ini, saya possitive thinking saja. Mungkin orang yang berpikir begitu sedang merancang pembangunan Indonesia yang kelak selalu siap untuk membantu Palestina. Namun, apakah sebenarnya yang mengikat kita (especially for Muslims) untuk siap sedia membantu Palestina?

Pertama, karena di atas tanah Palestina ada Masjidil Aqsha di kota Al-Quds, tempat ibadah kepada Allah yang kedua yang didirikan manusia di muka bumi setelah Ka’bah. Membiarkan Masjidil Aqsha dijajah, dinodai, bahkan sudah terbukti secara sistematis akan dihancurkan perlahan-lahan, berarti membiarkan suksesnya kemusyrikan dan kedurhakaan terhadap ketauhidan Allah.
Orang-orang Yahudi Bani Israil pernah diberi kedudukan mulia oleh Allah, tapi memilih mengambil manhaj syaitan yang congkak, menganggap dirinya mulia dan orang lain lebih hina, serta mengingkari berbagai tuntunan Allah karena merasa cerdas dan berkuasa. Al-Quran menjelaskan secara rinci tabiat mereka dan bagaimana cara menghadapinya, sebagai bagian dari ujian untuk setiap orang yang ber-‘aqidah tauhid sampai akhir zaman.

Kedua, karena di tanah Palestina telah diturunkan oleh Allah para Nabi dan Rasul selama kurun ribuan tahun, Nuh, Ibrahim, Luth, Ishaq, Ya’qub, Musa, Harun, Daud, Sulaiman, Yusuf, Zakaria, Yahya, ‘Isa dan banyak lagi. Pesan intinya sama: agar seluruh manusia mentauhidkan ‘aqidah dan‘ibadah hanya kepada Allah, dan menegakkan syariat-syariat yang dituntunkan-Nya lewat para Nabi dan Rasul.
Membiarkan Yahudi Bani Israil menjajah Palestina, berarti membiarkan mereka mengklaim bahwa seluruh Nabi dan Rasul yang diutus Allah itu beragama dengan syariat seperti mereka. Bukan soal namanya yang beda seperti Noah, Abraham, Lot, Yitzak, Moses, Aaron, David, Solomon, Joseph, Zachary, John, dan Jesus (yang “dibunuh” oleh Yahudi, dan “dituhankan” oleh Kristen).
Soal nama tidak terlalu penting. Tetapi klimaks kekafiran mereka terutama dimulai saat mereka mendustakan Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam sebagai utusan terakhir Allah yang ditugaskan melempangkan kekeliruan Yahudi dan Nasrani selama ribuan tahun. Ada diantara mereka yang menerima pelurusan itu, kemudian bersyahadat dan bersyariat, ada yang mengingkari bahkan berkhianat dan memeranginya.
Orang seperti Syafiq Mughni, Ketua DPW Muhammadiyah Jawa Timur itu berjoget dengan santri Yahudi Zionis dan memakaikan songkok kippa di kepala Shimon Peres di kantornya di Tel Aviv. Disadari atau tidak Syafiq sedang memuliakan orang-orang yang mengatakan “Muhammad Pendusta, dan Allah Berbohong”. Apa lagi Shimon Peres yang disalaminya dengan ramah itu adalah tokoh pembantai saudara-saudara Muslimnya di kawasan itu, terutama di Qana 1996. Kalau memang benar mau mempromosikan “perdamaian” sebagaimana dinyatakannya, Syafiq yang pemimpin sebuah organisasi da’wah seharusnya mengajak Shimon Peres mengakui kesalahannya, kejahatannya, lalu bertaubat dan bersyahadat. Kalau sudah nyata Shimon Peres menolak, maka Syafiq harus mengutuk dan memusuhinya. Mudah-mudahan warga Muhammadiyah mengoreksi kekeliruan Syafiq Mughni, dan menyadari bahaya laten keyakinannya itu.

Ketiga, urusan Palestina menjadi urusan ‘aqidah kita, karena sejak perintisan dan pendiriannya, sampai hari ini Zionis “Israel” tak henti-hentinya merampok, menteror, menculik, memperkosa, menyiksa, membunuh, mengkhianati perjanjian, dan melakukan semua bentuk kejahatan kemanusiaan atas saudara-saudara kita yang hendak menegakkan kalimat “Laa ilaaha illa Allah, Muhammadan Rasulullah…” di tanah suci itu.
(sahabat al-aqsha)

Keempat, Hasan Al Banna membantu agar kedaulatan Indonesia segera diakui dengan mendesak Mesir. Mengenai point keempat ini, rekan-rekan sekalian dapat melihat faktanya di http://archive.kaskus.us/thread/1346943 , http://suara01.wordpress.com/2009/08/18/ikhwanul-muslimin-dan-kemerdekaan-indonesia/ , maupun http://ekkyij.multiply.com/journal/item/20/Haji_Agus_Salim_dan_Pertemuannya_dengan_Imam_Hassan_al-Banna

Nah! Itulah beberapa point yang dapat saya sampaikan. Saya percaya setiap manusia itu sebenarnya menyadari hal yang benar maupun bathil. Hanya terkadang, kitalah yang terkendali oleh nafsu duniawi.

Semoga bermanfaat..

Wassalaamu'alaykum..